Akhir-akhir ini, ungkapan tentang
budaya tawuran sudah terbalik, jika ada tukang becak berkelahi, orang
mengatakan: ”kayak mahasiswa saja”,
untuk menggambarkan bahwa zaman sudah berubah, mahasiswa lebih sering berkelahi
(plus tawuran) dibanding tukang becak. Memang, dulu kalaupun ada tukang becak
yang berkelahi, sangatlah jarang atau bahkan tidak pernah berlanjut menjadi
”tawuran antar tukang becak”. Ungkapan ”kayak
mahasiswa saja” dalam konteks di atas tentu sangat ironis jika dikaitkan
dengan posisi mahasiswa yang ’katanya’ adalah kalangan intelektual dan memiliki
idealisme yang tinggi. Dalam konteks sebagai manusia, mahasiswa dan tukang
becak tidak ada bedanya, pekerjaan menjadi tukang becak sangatlah mulia,
demikian halnya mahasiswa.
Selain tidak berpijak pada tugas
dan fungsi mahasiswa sebagai agen of change dan agen of control. Mereka
(pendemo) juga berusaha menutup kampus dengan alasan supaya banyak yang ikut
demonstrasi dan menginginkan adanya solidaritas dari mahasiswa lain.
Solidaritas harusnya lahir dari hati nurani masing-masing, bukan dipaksakan.
Jika solidaritas itu tidak spontan muncul ketika ada isu bersama terutama yang
bersifat eksternal --- misalkan yang terkait kebijakan penguasa --- itu dapat
terjadi antara lain karena gerakan mahasiswa gagal membangun soliditas internal
mereka. Seharusnya ini menjadi masalah bersama dan menjadi bahan refleksi bagi
gerakan mahasiswa untuk membangun kekuatan dan soliditas internal tersebut agar
solidaritas mudah bangkit di kalangan mereka.
Tawuran mahasiswa hanya akan mempertegas rendahnya soliditas
di antara mereka. Kesan intelektual yang ”mengutamakan otot daripada otak” akan
muncul. Padahal, sejarah Indonesia mencatat bahwa solidaritas dan soliditas yang
tumbuh dalam gerakan mahasiswa telah berhasil meruntuhkan dua ’tembok raksasa’
dari rezim diktator yang berbeda, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Namun, jika
tawuran terjadi di antara mereka, akan memunculkan pertanyaan: Bagaimana mereka
dapat ’mengurusi’ masalah eksternal jika ’urusan’ internal mereka tidak pernah
selesai? Atau, apakah memang gerakan mahasiswa saat ini sudah kehilangan ruh
sehingga mereka sibuk mengobok-obok diri sendiri? Bagaimanapun, tawuran antar
mahasiswa (termasuk penutupan kampus) pasti sangat mengganggu proses
’pemanusiaan’ yang sedang berlangsung, dan juga citra kampus sebagai markas
intelektual akan ternodai.
referensi : haluankepri.com/
referensi : haluankepri.com/
No comments:
Post a Comment